Perang dagang yang dimulai oleh Presiden Spaceman Amerika Serikat, Donald Trump, pada tahun 2018 dengan Tiongkok, menjadi salah satu peristiwa ekonomi paling signifikan di abad ke-21. Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh Trump, yang dikenal dengan istilah «America First,» melibatkan tarif tinggi terhadap barang-barang yang diimpor dari Tiongkok. Tiongkok sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, dengan tegas menentang kebijakan ini. Konflik ini tidak hanya mempengaruhi hubungan bilateral antara kedua negara, tetapi juga berimbas pada pasar global dan struktur ekonomi internasional.

Latar Belakang Perang Dagang

Perang dagang ini bermula pada saat Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Salah satu agenda utama pemerintahannya adalah menanggulangi defisit perdagangan yang besar dengan negara-negara tertentu, khususnya dengan Tiongkok. Trump menuduh Tiongkok melakukan praktik perdagangan yang tidak adil, termasuk pencurian kekayaan intelektual, subsidi pemerintah untuk perusahaan-perusahaan besar, dan hambatan-hambatan lainnya terhadap barang dan jasa asal Amerika. Trump memutuskan untuk mengenakan tarif tinggi terhadap produk-produk Tiongkok sebagai bagian dari upayanya untuk mengurangi ketergantungan AS terhadap barang impor dan memperbaiki posisi perdagangan AS di mata dunia.

Reaksi Tiongkok terhadap Perang Dagang

Tiongkok segera merespons kebijakan tarif ini dengan kebijakan balasan yang serupa. Pemerintah Tiongkok memberlakukan tarif atas barang-barang asal AS, seperti kedelai, mobil, dan berbagai produk pertanian lainnya. Langkah ini tidak hanya untuk melindungi industri dalam negeri, tetapi juga sebagai bentuk protes terhadap kebijakan AS yang dianggap merugikan Tiongkok. Pemerintah Tiongkok, di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak ingin terlibat dalam konflik dagang, namun mereka akan membela kepentingan nasional mereka dengan cara yang diperlukan.

Selain tarif, Tiongkok juga mengadopsi langkah-langkah lain untuk merespons kebijakan AS, seperti memotong impor barang-barang AS, memanfaatkan kekuatan pasar domestik, dan memperluas hubungan perdagangan dengan negara-negara lain. Misalnya, Tiongkok meningkatkan kerjasama dengan negara-negara Eropa, Jepang, dan negara-negara Asia Tenggara untuk mengurangi dampak dari kebijakan tarif AS.

Dampak Perang Dagang terhadap Ekonomi Global

Perang dagang antara AS dan Tiongkok mempengaruhi ekonomi global secara signifikan. Kenaikan tarif pada barang-barang impor menyebabkan harga barang-barang menjadi lebih mahal, baik di AS maupun di Tiongkok. Hal ini merugikan konsumen di kedua negara dan mempengaruhi daya beli mereka. Selain itu, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang dagang ini membuat investor lebih berhati-hati dalam berinvestasi, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

Sektor-sektor tertentu, seperti teknologi, otomotif, dan pertanian, sangat terdampak oleh konflik ini. Beberapa perusahaan AS yang bergantung pada rantai pasokan global, termasuk dari Tiongkok, terpaksa menyesuaikan strategi bisnis mereka untuk mengurangi dampak tarif. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan teknologi seperti Apple dan Microsoft menghadapi kenaikan biaya produksi akibat tarif tambahan, sementara petani AS yang mengandalkan ekspor kedelai ke Tiongkok merasakan dampak langsung dari penurunan permintaan.

Tiongkok Menggunakan Diplomasi untuk Menyelesaikan Konflik

Meskipun Tiongkok menentang kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump, negara ini lebih memilih untuk menyelesaikan konflik melalui diplomasi. Tiongkok berusaha meyakinkan Amerika Serikat bahwa mereka tidak terlibat dalam praktik perdagangan yang merugikan dan menegosiasikan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Pada awal 2020, kedua negara menandatangani kesepakatan perdagangan fase pertama yang mengurangi ketegangan meskipun banyak isu penting masih tertunda. Dalam kesepakatan tersebut, Tiongkok setuju untuk membeli lebih banyak barang dari AS, sementara AS menunda penerapan tarif baru.

Meskipun demikian, Tiongkok tetap mempertahankan sikap tegas bahwa mereka akan melawan kebijakan unilateral yang merugikan hubungan internasional. Pemerintah Tiongkok menekankan bahwa mereka mendukung sistem perdagangan multilateral dan menghargai prinsip-prinsip dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Kesimpulan

Perang dagang yang dimulai oleh Presiden Trump dan direspons oleh Tiongkok dengan keras mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat dalam hubungan antara kedua negara. Tiongkok menentang perang dagang ini karena dianggap merugikan ekonomi mereka dan mengganggu stabilitas pasar global. Meskipun terjadi berbagai negosiasi dan penandatanganan kesepakatan perdagangan, dampak dari konflik ini masih terasa di banyak sektor, baik di dalam negeri AS, Tiongkok, maupun negara-negara lain di seluruh dunia. Perang dagang ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi antarnegara besar dapat berisiko menimbulkan ketidakpastian dan tantangan besar bagi perekonomian global.