Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) sudah dilegalkan menjadi undang-undang via Rapat Paripurna DPR pada Selasa (20/9) lalu.

Dalam konferensi pers peresmian UU PDP, Selasa (20/9), Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate menceritakan bahwa undang-undang yang dirancang semenjak tahun 2019 ini terdiri atas 76 pasal beserta 16 bab.

UU PDP memegang hal-hal mendasar untuk melindungi data pribadi, seperti hak subjek data pribadi, ketetapan pemrosesan data pribadi, keharusan pengendali dan prosesor data pribadi, penyusunan institusi perlindungan data pribadi, serta pengenaan hukuman pelanggaran data pribadi. Johnny mengatakan slot gacor hari ini semenjak disampaikannya RUU PDP pada 24 Januari 2020, 371 Daftar Inventarisasi Sulit (DIM) sudah diatasi bersama Panja Komisi 1 DPR RI.

UU PDP sebagai Payung Peraturan Data Pribadi

Johnny menerangkan bahwa panjangnya pembahasan yang dilewati untuk mensahkan RUU PDP dijalankan demi menciptakan undang-undang yang substantif. Menurutnya, tata tertib ini dibentuk agar bisa digunakan oleh semua pihak yang memproses data pribadi masyarakat, bagus perseorangan, korporasi, pemerintah, pihak swasta, ataupun beragam lembaga yang mengoperasikan pelayanannya bagus di dalam negeri ataupun luar negeri.

Johnny mengucapkan bahwa UU PDP ialah langkah permulaan dari profesi panjang menghadirkan pelindungan data pribadi yang bagus di Indonesia. Ke depannya, dia akan menyokong partisipasi semua faktor untuk menyukseskan implementasi UU PDP di Indonesia.

“Hukum ini belum tentu total, tetapi akan terus disempurnakan sejajar dengan perkembangan teknologi dan perubahan di masyarakat,” ujar Johnny pada konferensi pers Selasa (20/9).

Hukuman Peraturan

Johnny menceritakan ada dua macam hukuman bagi pelanggar UU PDP, merupakan hukuman administratif dan hukuman pidana. Hukuman administrasi yang dikendalikan dalam pasal 57 UU PDP dialamatkan bagi pengendali data apabila menyalahgunakan data dan tak mencegah jalan masuk data tak legal. Hukuman ini berupa peringatan tertulis, penghentian sementara, pembinasaan data pribadi, serta denda optimal 2% pendapatan tahunan kepada variabel pelanggaran.

Walaupun, hukuman pidana yang tertera pada pasal 67 hingga 73 UU PDP berupa denda optimal 4 hingga 6 milyar, penjara optimal 4 hingga 6 tahun jikalau mengumpulkan dan mengucapkan data yang bukan miliknya.

“Pengumpulan dan pengungkapan data pribadi cuma boleh dijalankan dengan consent pemilik data,” tegas Johnny.

Celah RUU PDP

Koalisi Pembelaan Pelindungan Data Pribadi meletakan perhatian khusus mengenai banyaknya celah berkaitan prosedur pembahasan dan substansi di dalam RUU PDP (KA-PDP, 2022). Hal hal yang demikian dikhawatirkan bisa menghalangi perubahan komputerisasi di Indonesia. Celah yang dimaksud ditemukan via beragam riset studi yang sudah dijalankan oleh KA-PDP.

Terdapat sepuluh catatan substansi RUU Pelindungan Data Pribadi yang terlampir dalam siaran pers KA-PDP. Tiga diantara catatan hal yang demikian membahas mengenai ruang lingkup data pribadi spesifik dan mekanisme pelindungannya, data pribadi buah hati, serta hukuman.

Pada data pribadi terdapat kategorisasi peka yang memegang macam diskriminasi dalam instrumen hak asasi manusia dan ketetapan dasar konstitusional masing-masing negara yang mengabadikan hak untuk non diskriminasi. Pengeluaran orientasi seksual dari kategorisasi data pribadi spesifik di dalam RUU PDP berpotensi memunculkan diskriminasi bagi minoritas gender di Indonesia.

Pada RUU PDP, data buah hati ditempatkan sebagai data pribadi spesifik, walaupun secara prinsipil pemrosesan kepada data peka dilarang, selain telah menerima persetujuan terang (explicit consent) dari subjek data. Dalam hal ini karenanya persetujuan diperoleh dari buah hati yang mempunyai data hal yang demikian. Data buah hati dalam RUU PDP mesti ditempatkan sebagai kualifikasi data lazim bukannya data pribadi spesifik, mengingat bahwa buah hati kemungkinan kurang menyadari risiko dan pelindungan kepada data pribadi miliknya.

Menurut studi Tifa “Pelindungan Data Pribadi yang Simpel dan Bermakna bagi Indonesia”, ditemukan adanya kesenjangan dimana pendekatan dan penguasaan mekanisme penegakan dalam RUU PDP cuma berorientasikan terhadap hukuman. Pembatasan mekanisme penegakan berbasis hukuman saja tak akan tepat sasaran untuk menyokong kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya pelindungan data pribadi.

Menyadari akan pentingnya berita PDP di era komputerisasi, KA-PDP menyokong DPR dan Presiden agar melibatkan masyarakat sipil bagus dalam pengerjaan pembahasan RUU PDP ataupun pengerjaan pengaplikasiannya.

Pandangan Mahasiswa

Merespon kebocoran data penting yang dijalankan Bjorka, Ketua Kantor Media dan Berita Badan Eksekutif Muda (BEM) Universitas Diponegoro, Bintang Rajapasha mengatakan bahwa data pribadi termasuk hal penting, sebab berisikan nama, domisili, nomor telepon, sampai data akun sosial media. Adanya kesalahgunaan data pribadi untuk pinjaman online bisa merugikan orang yang tak bersalah.

“Mesti pertama itu dasar tata tertib juga penting jadi tak memberatkan warga-warga. Berdasarkan seorang wakil rakyat kan tahu ya apa yang mereka butuhkan. Jadi wakil rakyat mesti mewakili seluruh orang. Intinya gimana caranya uu pdp ini ga karet,” ujar Bintang.

Keinginan Bintang, kesadaran masyarakat akan teknologi juga diperlukan, sebab hacker kian jago dalam meretas. Peran slot888 generasi muda dibutuhkan dalam mengedukasi generasi sebelumnya berkaitan penjagaan data. Melek teknologi telah bukan sebatas ilmu saja, namun menjadi satu keharusan sebab perkembangan teknologi yang kian maju.

“Sistem kita ke Kominfo via UU PDP, perlindungan data-data pribadi masyarakat dapat lebih bagus lagi dan data-data PSE (Penyelenggara Elektronik) juga mesti dapat terarah dengan bagus. Jadi, Kominfo lebih konsentrasi ke masyarakat,” imbuh Bintang.